Betapa
sering kita mendengar orasi para pemuda dengan berbagai gagasannya yang
menyalahkan berbagai sistem, kebijakan dan berbagai kewenangan lainnya, baik itu
dari pemerintah, perusahaan, organisasi, perangkat kerja dan juga dari masyarakat
datangnya dengan dalih tidak sesuai dengan norma dan pedoman yang seharusnya.
Mereka
suarakan dengan lantang perlawanan berkelompok untuk membuktikan semua yang
mereka sangkakan benar adanya. Dibukalah berbagai paham idealis yang mereka
anggap sesuai dengan jalan pikiran dan jalan hidup yang sebenarnya meskipun
pada realitanya sedikit memaksakan untuk terlihat yang paling berperan. Tanpa
memperhitungkan baik buruknya, benar tidaknya kita tidak bisa saling menyalahkan,
karena itu adalah hak prerogratif masing-masing diri dan sudah selayaknya resiko
dari sebuah negara demokrasi.
Memang
sudah tujuan dari kita semua yang berkeinginan untuk mengubah segalanya menjadi
lebih baik, namun terkadang jalan yang diambil tidak melalui sebuah proses dan merasakan
lelahnya sebuah perjuangan, yang terpikir hanyalah cara instan yang paling
cepat dan tepat untuk didapat. Dan terkadang atas nama organisasi rela mengorbankan
rasa saling menghargai, saling senggol seakan sudah biasa dari terselubungnya
sifat rakus dan angkuhnya manusia. Sehingga puncaknya kerap kali terjadi ajang
perdebatan, perselisihan yang pada akhirnya akan berujung dengan kebencian.
Hal semacam itulah yang sangat kita sesalkan, bagaimana mungkin kita bisa mengubah atau menyuruh orang lain untuk berubah, sedangkan diri kita sendiri saja tidak bisa. Seperti yang diungkapkan Stephen R. Covey dalam bukunya, 7 Habits of Highly Effective People "Untuk memperluas lingkaran pengaruh dimulai dari lingkaran kita sendiri" artinya kita kuatkan pondasi dari dalam dulu, pahami siapa diri kita, apa tujuan awal kita, dan sudah seberapa efektif dan bermanfaat keseharian kita, kemudian baru kita bisa keluar perlahan untuk merubah situasi dan keadaan.
Memang
itu tidak mudah, karena ujian tersulit di dunia ini yaitu memahami siapa diri
kita sebenarnya dan sudah selayaknya kewajiban kita untuk menemukannya. Kata
pepatah bijak, "Pelaut ulung tidak dilahirkan dari laut yang tenang, melainkan
dari terpaan angin dan hempasan ombak", yang mengartikan untuk
menjadi pribadi yang kuat, dalam perjalanannya pasti akan menemukan dan
mengalami berbagai rintangan, tantangan, dan masalah lainnya, karena itulah
ujian alam yang harus dilewati dan dihadapi. Namun pada outputnya akan menghasilkan
pribadi yang luar biasa, yang bisa menjadi panutan dan tuntunan terhadap yang lainnya.
Karena awal berdirinya organisasi lahir
dari adanya kesamaan visi dan tujuan masing-masing individu untuk berperan
bersama dan bergerak bersama. Bukan untuk saling menghancurkan, membenci,
mendendam bahkan melengserkan satu sama lainnya. Tugas dari organisasi sendiri tidak
lain untuk menjadi jembatan pengatur, pengayom, penegak dengan dilandasi rasa
kebersamaan, kepedulian antar sesama.
"Organisasi yang baik lahir
dari Individu yang kuat, yang megedepankan rasa persaudaraan dalam menegakkan
kebenaran"
Terima kasih
(a.r/red)
Belum ada tanggapan untuk "Organisasi Bukan Ajang Adu Kekuatan Melainkan Jembatan Penegak Kebenaran"
Posting Komentar