Pagi itu, Sang
Cakrawala enggan menampakkan batang hidungnya, langit seakan tidak bergairah,
mendung pun tampak muram, entah kenapa semuanya seakan terlihat memperkeruh
suasana. Namun itu semua bukanlah penghalang bagi Ali (Anak Pinggiran) untuk menyurutkan niatnya pergi ke sekolah, tempat
dimana ia menempa diri dan tempat dimana ia memperluas pengetahuan, meskipun jarak
yang di tempuh Ali terbilang cukup jauh dari rumahnya yakni sekitar 15 km dan itupun
ia harus tempuh dengan berjalan kaki sesekali menyeberangi sungai dengan
bergelantungan di tali penghubung jembatan, dari saking minim akses
transportasi dari rumah Ali yang terletak di seberang sungai sana.
Berbekal kotak
kecil dari ibunya yang berisikan nasi dan lauk sederhana, itu lebih dari
sekedar cukup untuk menemaninya berjuang
seharian ke negeri seberang.
Semangatnya yang
begitu membara jelas memperlihatkan bagaimana kegigihannya dalam menjemput
impian terbesar dalam hidupnya yang tak lain adalah menjadi salah satu pengusaha
muda dibidang Pertanian di daerahnya. Selama dalam perjalanan ia terus mengepakkan
dada sesekali bergumam, “Akulah sang pengubah takdir … Akulah sang
pengubah takdir …. Akulah sang pengubah takdir…” kata-kata itu menjadi
penyemangat sekaligus cambuk dirinya untuk terus berpacu melawan waktu sampai
tiba saatnya takdir berkata, “Nak, inilah hasil kerja kerasmu selama ini,
ayo tersenyumlah, apa yang kamu impikan dari dulu kini sudah menjadi nyata dan
ini adalah bagian dari semua hakmu”.
Sesampainya di
sekolah, halaman tampak sepi dan jam sudah menunjukkan pukul 07.30 yang artinya
semua kelas sudah masuk dan pelajaran sudah berlangsung bisa dipastikan ia
sudah terlambat setengah jam dari biasanya dan atas keterlambatannya tersebut
ia dihukum berlari keliling lapangan selama 3 kali.
Hal seperti itu bukanlah hal yang
tabu bagi Ali dari saking sering terlambatnya ia datang ke sekolah. Padahal jika
kita ketahui, ia tiap hari sudah bangun pagi dan mungkin paling awal dari semua
teman-temannya yang berada disekolah, hanya saja Ali bukanlah anak kecil yang
tidak punya tanggungan ataupun beban hidup karena ia masih harus membantu
ibunya memasak serta berjualan ke pasar untuk mengais sedikit rejeki guna mempertahankan
hidup dan selepas itu barulah ia bisa berangkat ke sekolah tapi lagi-lagi karena
jarak ke sekolahnya yang cukup jauh dan
medannya yang cukup sulit ia kehabisan waktu selama dalam perjalanan.
Illustrasi |
Namun, meski terbilang
kondisi ekonomi dan lingkungannya yang kurang baik prestasinya justru berbalik
360 derajat, Ali merupakan sosok anak yang berprestasi dan langganan peringkat
pertama di hampir tiap tahun kenaikan kelasnya dan yang lebih membanggakan
lagi, ia pernah menjadi juara 1 dalam Lomba Cerdas Cermat tingkat SD se-Provinsi
mewakili sekolah dan daerahnya.
Ketika ia ditanya sama gurunya : Bagaimana
mungkin kamu bisa belajar sedangkan waktumu terlalu padat untuk mengurus hal
yang masih diluar tanggung jawabmu ??
Ia menjawab : Setiap
kali aku selesai Shalat, aku menyempatkan untuk belajar dan mempraktekkan apa
yang aku dapat di sekolah baik itu di waktu tengah malam (Tahajud) atau sebelum
fajar tiba (Subuh).
Sekian,
Terima kasih
Terima kasih
(a.r/red)
Note : Ini adalah sekelumit cerita
motivasi yang bisa kita petik pelajaran di dalamnya :
- Orang tua adalah pahlawan hidup maka untuk itu teruslah menemaninya berjuang karena tak lain itu adalah untuk kebaikan hidup kita dan setidaknya membuat mereka bahagia.
- “Tiada hasil yang menghianati usaha”. Secapek atau selelah apapun kita dalam berjuang yakinlah keberhasilan akan menunggu kita di seberang sana karena tidak ada yang bisa merubah takdir kecuali diri kita sendiri.
- Terakhir, Sesibuk apapun kita jangan lupa kepada Sang Pemilik Kesibukan, Sang Penguasa Alam, Sang Maha Pengadil dan Sang Maha Pengasih serta Maha Penyayang.
Belum ada tanggapan untuk "Inspirasi : Secercah Harapan dari Sang Anak Pinggiran"
Posting Komentar